Eid Mubarak 1435H

Something different in this lebaran day. We didn't go to Lampung but we all went to Serang, my hubby hometown and had a gathering there. We stayed at this cozy hotel. The girls fell in love with the swimming pool. They had a non-stop swimming, day and night. No wonder that Najla was having a fever at the time we arrived home, poor girl.

While I have to deal with the dirty laundry and the messy house, I found some snapshot from that memorable lebaran, here they are:



Philosophy Quote

Pic taken somewhere in Belitung

You know you're on the right track
when you become uninterested  in looking back.

Again...Review #Buku Selfie (2)

Another review for #Buku Selfie made by Ferina, thanks a lot :)
 ____________________________________________________________________________

Monday, July 14, 2014


Selfie



 

Selfie: Potret 2 Sahabat dan Cerita-cerita Ngawur Lainnya

Andari Karina Anom & Tjut Riana Adhani @ 2014

GPU – Cet. I, Juni 2014

173 Hal.


Membaca buku ini, bikin ikutan gue kembali ‘terlempar’ ke masa kecil gue. Meskipun gue lebih muda dari pada kedua penulis ini, tapi kita mengalami masa-masa dalam kurun waktu yang sama, yaitu masa-masa tahun 80an…. Banyak banget yang sama … misalnya, main lompat tali, terus jajan berbagai macam makanan dan minuman yang diragukan dari segi higienis … hmmm sekarang gue tau, apa yang bikin Mbak Riana jadi penggemar berat minuman teh ….

Berhubung letak sekolah mereka di daerah yang ‘sederhana’, maka ragam permainan dan kegiatan mereka pun sederhana … gak ada yang namanya ‘tetris’ di sini, yang ada hanya permainan tradisional yang bikin seru. Gak hanya antara Karin dan Cutri, pertemanan dengan yang lain juga sangat akrab.

Buku ini dibuat dalam rangka merayakan 34 tahun persahabatnya kedua penulis. Yup … 34 tahun! Ckckckck… gue iri sama mereka …. Yang katanya ‘sahabat’ gue waktu SD, SMP, atau SMA, udah entah ke mana, kalo ketemu malah jadi berasa kaku karena udah lama gak keep in touch.

Setelah membaca buku ini, gue rada kurang setuju kalo buku ini masuk dalam kategori ‘fiksi’, karena gue yakin banget, apa yang mereka tulis ada kejadian yang ‘sebenar-benar’nya. Meskipun gue rada ‘kecele’, karena gue pikir, mereka berdua berkolaborasi menulis cerpen – yang beneran fiksi, atau yah based on true story. Buku ini bercerita tentang suka-duka mereka selama kurun waktu perjalanan pertemanan mereka…. yang lagi-lagi buat gue iri, koq isinya ceria semua? Apakah persahabatan mereka sangat mulus, lancar seperti jalan tol?? Gak ada masa-masa marahan, ngambek atau bt? Pastinya bakal tambah seru, kalo ada satu bagian di mana mereka mengalami saat-saat ‘down’ dalam perjalanan mereka. (apa emang gak ada?? .. gue masih penasaran)

Ditulis dengan gaya humor, di setiap cerita, terselip kalimat-kalimat lucu – yang emang lucu, atau kadang .. ehem.. rada ‘garink’ atau maksa. Tapi, banyak koq yang berhasil membuat gue senyum-senyum simpul membaca jatuh bangun mereka selama masa SD sampai akhirnya berkeluarga.

Judul ‘Selfie’ rasanya pas banget dengan kata-kata yang lagi trendy sekarang … dan juga menggambarkan definisi ‘persahabatan’ menurut mereka berdua … seolah berkaca, karena begitu banyaknya persamaan (apa benar gak ada perbedaan di antara mereka?)
Gue mengenal Mbak Riana – begitu gue biasa menyebut ‘Cutri’ – pertama dari saling berkunjung ke blog masing-masing, terus sampai pinjem-pinjeman buku. Mbak Riana ini juga bookaholic, penggemar Haruki Murakami.

Salah satu hal yang ‘merekatkan’ persahabatan mereka yaitu buku … sama lah seperti kita, buku-buku bacaan favorit mereka gak jauh-jauh dari Lima Sekawan…
Semoga buku ini bisa memberi inspirasi – khususnya untuk teman-teman BBI … semoga kesampaian proyek bikin cerpen bareng-barengnya dan semoga bisa temenan terus sampai kapan pun …. *hugs*

Ayo, mbak Riana dan mbak Karin, ditunggu lagi buku duet selanjutnya ya …
Thank you for the book, mbak Riana …

Review #Buku Selfie

I learned a lot during the process of making our stories into book.  And now it's time to enjoy the review, comment, input and the like about our work. Life is never this exciting. Thank you for Atria and her detailed review. Check the link here or you can read the review below.

  -----------------------------------------------------------------------------

Minggu, 06 Juli 2014


Selfie: Kumpulan Cerita Ngawur



“Harta benda dan takhta bisa dicari,  namun sahabat sejati adalah anugerah.” (hal. Xviii)
Penulis: Andari Karina Anom & Tjut Riana Adhani
Editor: Mirna Yulistianti
Copy Editor: Rabiatul Adawiyah
Desain Cover: Suprianto
Setter: Fitri Yuniar
Penerbit: Gramedia
Cetakan: Pertama, Juni 2014
Jumlah hal.: xviii + 173 halaman
ISBN: 978-602-03-0635-3

Karin dan Cutri, dua sahabat kategori jojoba (jomblo-jomblo bahagia), sejak belasan tahun yang lalu sudah senang ber-selfie-ria. Yup, beda tipis dengan Steve Jobs, agaknya mereka mampu meramalkan teknologi masa depan. Sejak jaman dulu mereka tahu suatu saat selfie akan menjadi kegiatan wajib bagi kaum narsis di seluruh dunia.

Ada-ada saja cerita mereka sejak SD hingga kini dewasa (baca: masa jompo). Jika Karin senang, Cutri ikut bahagia, jika Cutri susah, mana mau Karin ikutan sengsara. Mereka tak pernah saling menghakimi. Paling-paling hanya menjaksai. Mereka memegang prinsip: best friends don’t judge each other. They judge other people... together!

Kata Karin, friends are like mirrors. You can see yourself just by looking at them. Begitupun persahabatan. Dengan banyaknya persamaan Karin dan Cutri, mereka kadang-kadang merasa seperti “saudara kembar”— meskipun beda bapak, beda ibu, dan beda saldo ATM. Dengan banyaknya persamaan di antara mereka, tak berlebihan jika Karin bilang Cutri bukan hanya seorang sahabat. Dia adalah semacam selfie: sebuah “potret diri” Karin dalam sosok orang lain.
***
“... saya bilang Cutri bukan hanya seorang sahabat. Dia adalah semacam selfie: sebuah “potret diri” saya dalam sosok orang lain.” (hal. Xiv)
Membaca  buku ini dari awal sampai akhir membuat sebuah pikiran terbesit di kepala saya. “Ini saingan buku generasi 90 ya?” pikir saya. Bagaimana tidak, dalam buku ini diangkat persahabatan dua orang perempuan yang terjadi sejak mereka SD di tahun 1980. *Tahun itu saja orang tua saya belum pacaran (>_<)*Tapi bukan berarti karena jadul maka menjadi membosankan diikuti.

Gaya bahasa yang dipakai sangat kasual. Cara bercerita mereka lebih terkesan lucu daripada sekedar mengenang. Cara mereka menyajikan episode masa sekolah mereka, menjomblo yang lama tidak terasa membosankan diikuti. Pengalaman mereka bersahabat selama 34 tahun dirangkum dalam buku ini. persahabatan yang dimulai sejak mereka masih unyu-unyu dengan muka polos (baca: masa SD) hingga kini setelah jadi emak-emak (usia 40-an).

Cerita-cerita yang dibagi menjadi empat bab ini, merangkum setiap episode persahabatan mereka secara lengkap. Meskipun sayangnya kronologi waktunya agak terasa berantakan. Tapi tidak begitu mempengaruhi kenikmatan membaca.

Membaca buku ini, pembaca akan diajak menjelajahi trend-trend di masa SD mereka di era 80-an. Rasanya tidak jauh beda deh trend-nya dengan masa kecil generasi 90-an. Seperti permainan lompat tali, bersepeda ke sekolah, bertukar kaset, serta tentang jajanan di sekolah yang beragam dan lezat meski tidak ada izin POMnya. Yang beda adalah tentang Koper President di halaman 16. Wah, udah gak kezaman saya mah. Tapi kayaknya seru tuh. (>_<) 

Cerita kehidupan Cutri dan Karin sebagai seorang jojoba (jomblo-jomblo bahagia) juga disajikan dengan lucu. Mulai dari mengkambing hitamkan Bougenville, sampai merasa anti untuk menonton film romance.

Tapi dari semua cerita favorit saya adalah tentang pengalaman mereka dengan teman-teman sekelas di SD Beji 6. Mulai dari edisi Beji Mencari Bakat, sampai Becakku sayang Becakku Malang. Dinamika masa SD mereka benar-benar berhasil membuahkan senyuman. Saya bahkan bertanya-tanya, apa tidak ada teman SD mereka yang komplain karena buku ini? Atau mereka malah jadi makin heboh membahas masa SD mereka?

Ah, buku ini benar-benar menghibur untuk dibaca selama menanti waktu berbuka puasa. Tapi pembaca harus betah menahan tawa saat membacanya di tempat umum. Takut disangka gila. Tenang saja, potensi untuk membatalkan puasa sangat minim kok. Paling-paling hanya berujung ke senyum-senyum sendiri yang mudah-mudahan gak bikin gigi kering (^_^)v

Empat Puluh Kaidah Cinta

Title: Forty Rules of Love
Author: Elif Shafak
Interpreter: Indah Lestari
Publisher: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
May 2014
492 pages

How we see God is a direct reflection of how we see ourselves. If God brings to mind mostly fear and blame, it means there is too much fear and blame welled inside us. If we see God as full of love and compassion, so are we.
I just finished reading a wonderful tale of love and spiritual longing written by a Turkish writer, Elif Shafak, and I feel so caught up in the characters and the plot. This just one of the best books I read during this year.

This is a story of Ella, a forty-year-old  American woman, who has an unhappy marriage. She has three teenage kids who are busy with their own life and an unfaithful husband. Bored with her life, one day Ella takes a job as a reader for a literary agent. Her first assignment is to read and report on Sweet Blasphemy, a novel written by a man named Aziz Zahara. The novel is about the great Sufi mystic poet, Rumi, and how he encountered his spiritual mentor, the controversial Shams of Tabriz. As Ella reads on, she realizes that Rumi's story mirrors her own stories. She is so mesmerized by the tale and decides to start emailing the author, Aziz. This relationship will soon have life-changing consequences. 

Let's enjoy these two parallel love stories. It's not an ordinary love story. It's a story as part of the forty rules of love. The author will take us back and forth between Ella's life in modern era and Rumi's story back in 13th century. These characters from different times: a modern American housewife and a thirteenth century poet turn out to have similar universal theme. It's a struggle between a rational mind and the aching heart. Very impressive. 

For me, the story is quite heartwarming. Beautiful words spread all over the pages. I got lots of new awesome quotes. What I love most is the facts from Rumi and Shams' biographies, the author successfully bring them all to life. A must read. A book that will make you feel, wonder and walk away thoughtfully with a little more love and compassion on your own. 
Hell is here and now. So is heaven. Quit worrying about hell and dreaming about heaven, as they are both present inside this very moment. Every time we fall in love, we ascend to heaven. Every time we hate, envy, or fight someone, we tumble straight into the fires of hell. 

Chicken Soup for the Soul: Graphic Novel

Chicken Soup for the Soul (Graphic Novel)
Jack Canfield & Mark Victor Hansen
Illustrator: Kim Donghwa
PT Gramedia Pustaka Utama
2nd printed January 2014 
477 pages

Chicken Soup for the Soul series is my all time favorite reading. I also want my girls, Najla and Zea to read it but I think the content of the book is still too hard for them to understand until one day I saw these series in graphic novel form. I think this one is perfect, Najla as a not-so-into books might enjoy the pictures while reading the stories and Zea as a book-lover could easily absorb the message of each story by looking at the illustration.

Another amazing thing about the book is it is enriched with such beautiful illustration made by the great Korean illustrator, Kim Donghwa. Since I finished reading Color Trilogy (Trilogi Warna) and Red Bicycle (Sepeda Merah) as I reviewed here, I became a huge fan of him.

Check some of the masterpiece illustrations here, awesome.